Benny Josua Mamoto ;
SI TUAMA LE’OS DARI NEGERI KAWANUA
Sosok
yang satu ini, sudah tak diragukan lagi kapasitas, dan komitmennya
memberi diri untuk mengabdi dalam bidang seni budaya di daerah Sulawesi
Utara. Sebagai bukti utama yang tak bisa lagi dipungkiri, Benny Josua
Mamoto (BJM) telah mendirikan sebuah wadah yang bernama Institut Seni
Budaya Sulawesi Utara (ISBSU) dengan program-program dan kegiatannya
yang spektakuler bukan hanya mewarnai langit di ujung utara pulau
Celebes, tapi sudah bernyanyi di jagat raya dunia internasional.
Mencatatkan
atau memasukkan ke Museum Rekor Indonesia (MURI) dan Guinness World
Records (GWR) segala bentuk seni budaya yang ada di Provinsi Sulawesi
Utara, sudah menjadi kesepakatan diri seorang BJM atas kecintaannya
terhadap tanah leluhur.
Tou-Kawanua ini melakukannya bukan
karena termotivasi untuk merebut sesuatu kekuasaaan yang namanya
”kadera”, atau cari muka?
Sungguh..,
tidak demikian. Sekali lagi tidak seperti itu. Tidak seperti
suara-suara yang pernah disemburkan ”kalangan tertentu” pada dirinya.
Apalagi di tengah-tengah suhu politik PILGUB provinsi Sulawesi Utara
2010 semakin panas membara, karena persaingan yang (tampaknya) sudah
mengarah pada situasi dan suasana tidak sehat. Mau bukti ? Lihat saja
baliho-baliho yang bertebaran di pinggir-pinggir jalan, ada yang memang
sengaja di tusuk matanya, di mutilasi oleh tangan-tangan yang menaruh
benci terhadap tokoh yang bersangkutan ?
“Saya
hanya menjalankan amanat dari orang tua terutama dari ayah, untuk
pulang kampung dan bangun daerah ini melalui seni dan budaya”.
Begitu kata Komisaris Besar Polisi yang bergelar Doktor di bidang ilmu
hukum dan kriminalitas, yang sampai detik inipun tampaknya tak bisa
tidur lelap, pabila apa-apa yang telah melintas di dalam benaknya belum
tertata rapih melalui sebuah rencana kerja yang matang, hingga menjadi
sebuah agenda yang harus diwujudkan.
Dihadapan penulis, bukan hanya satu atau dua
kali saja, Pak Benny membantah dengan tegas kalau aktifitas dan berbagai
agenda kegiatan yang diprakarsainya selama ini, bertujuan untuk menaruh
benih-benih agar supaya mendapatkan perhatian dan kesempatan untuk maju
mencalonkan diri sebagai orang nomor 1 atau nomor 2 di tanah yang
disebut-sebut sebagai pintu gerbang Asia Pasifik.
”Niat
saya luhur, tidak lain mengangkat citra seni budaya Sulawesi Utara baik
di mata Nasional maupun dunia Internasional. Dan biarlah apa-apa yang
telah, dan akan saya lakukan boleh menjadi sebuah catatan sejarah bagi
generasi berikutnya, bahwa nilai-nilai seni dan budaya kita perlu
digali, diangkat, dijaga
atau dipelihara, dikembangkan dan dipublikasikan, agar supaya mata
dunia akan tertuju di daerah kita sendiri”.” Kata Tuama Le’os berdarah
Minahasa, sambil mengajak agar supaya mencitai produk seni budaya daerah
kita sendiri.
Apa-apa
yang sementara di kerjakan suami dari Iyarita Wiryawati Mawardi ini,
sebenarnya sudah merupakan wujud nyata kerja kerasnya dalam usaha
meningkatkan pembangunan di berbagai sektor. Bahwa dari segi ekonomi,
sangat memungkinkan hasil karya seni budaya yang ada di Sulawesi Utara
ini menjadi sebuah industri yang bisa dikelola seprofesional mungkin
hingga bisa membantu meningkatkan pendapatan daerah. Disamping itu dapat
pula memberdayakan berbagai kreatifitas dari warga masyarakat agar
tercipta lapangan kerja baru.
Bagi
dunia pendidikan, sudah sangat jelas ada pengaruhnya terhadap anak-anak
sekolah yang diikutsertakan dalam festival musik kolintang dan
maengket, apalagi sudah ada kelompok-kelompok seni yang sampai saat ini
menjadi kelompok binaan. Bukankah hal ini punya nilai-nilai positif
dalam rangka menanamkan kesadaran bagi generasi muda yang ada di
Sulawesi Utara, agar bisa belajar dan mencintai hasil karya seni budaya
yang telah diwariskan hingga saat ini? Bahkan dari hasil-hasil karya
yang sudah ada selama ini, bisa menjadi sebuah inspirasi dalam
melahirkan karya-karya baru.
Bagi
penulis, kalau saja yang akan menjadi Gubernur, di daerah Nyiur
Melambai ini adalah seorang tokoh yang benar-benar tau persis dan
mencintai seni budayanya sendiri (seperti BJM), maka wajah Sulawesi
Utara benar-benar akan menampakkan wajahnya sendiri. Tidak seperti di
hotel-hotel berbintang yang ada sekarang ini, telah berdiri megah di
Tanah Adat Minahasa Raya, tapi sayang sekali pintu gerbangnya,
pilar-pilarnya, kamar-kamarnya dan segala sudut-sudutnya menyajikan
ornamen-ornamen dan segala macam tetek-bengek asesoris patung-patung,
totem-totem serta lukisan-lukisannya justru bernuansa Jawa dan Bali.
Mengakhiri
tulisan ini, penulis sebagai pekerja seni di Tanah Adat Minahasa Raya
sangat berbangga dan ikut mendukung, memberikan penghargaan yang
setinggi-tingginya pada Benny Josua Mamoto (BJM) atas segala kegiatan
seni budaya yang diprakarsainya selama ini.
Beberapa
kegiatan yang diantaranya Pelaksanaan Festival Seni Budaya Sulawesi
utara di Watu Pinawetengan pada setiap tanggal 7 juli yang sudah menjadi
agenda tetap, sangat diharapkan mendapatkan dukungan dan apresiasi
positif dari berbagai pihak, dan biarlah kegiatan-kegiatan semacam ini
akan menjadi sebuah momentum bagi kita sebagai orang-orang yang ada di
provinsi Sulawesi Utara yang mungkin tinggal akan menjadi sebuah catatan
sejarah lagi, karena
kemungkinan besar akan terwujud sebuah pemekaran, dimana para
politikus, dan para ”pejuang” akan berusaha sedapat mungkin menjadikan
provinsi Nusa Utara, dan Minahasa Raya?
Dan
sebagai TOU Minahasa yang sebenarnya diberkati karena memiliki kekayaan
yang luar biasa, termasuk potensi seni budaya yang sangat tinggi
nilainya, dimana kita sudah saatnya berkaca diri dan bersikap arif
menatap ke depan sambil menjaga dan melestarikan karya-karya seni budaya
yang sudah ada sejak dahulu kala. Bukan merusak dan memusnahkan sama
seperti yang telah dilakukan oleh mereka-mereka yang tidak bertanggung
jawab terhadap Karya Relief Seniman Alexander Bastian Wetik dkk yang ada
di Auditorium Bukit Inspirasi, dan perusakan Waruga-Waruga
yang ada di Negeri Kakaskasen dan Lansot Tomohon dengan dalih
pemugaran.
Sulawesi
Utara pada umumnya, dan Minahasa Raya khususnya mesti berbangga atas
hadirnya seorang BJM yang tiada henti-hentinya, bukan hanya sekedar
memikirkan nasib seni budaya di daerah ini, tapi seutuhnya atas
keikhlasan dan kepeduliannya yang luhur memberi dan mengabdikan diri
bagi tanah ini, dan yang pasti kita juga akan menyaksikan lagi
kegiatan-kegiatan spektakuler lainnya yang akan tercatat di dalam buku
MURI atau Guiness World Record.
Penulis;
Pekerja Seni dan Dosen di Jurusan Seni Rupa dan Kerajinan
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Manado di Tondano
Tinggal di Kelurahan Kakaskasen III Tomohon Utara.
Pekerja Seni dan Dosen di Jurusan Seni Rupa dan Kerajinan
Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Manado di Tondano
Tinggal di Kelurahan Kakaskasen III Tomohon Utara.